Minggu, 13 Juni 2010

Sanad dan Matan hadits

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang


Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Hadits. Karena mata kuliah ini sangat berguna bagi setiap orang yang mempelajarinya, tetapi juga sangat berguna untuk kehidupan sehari-hari. Dengan kita mempelajari ulumul hadits kita dapat mengetahu hal-hal yang tadinya kita tidak tahu menjadi lebih tahu. Sebagaimana bahwa ulumul hadits merupakan pendoman untuk bekal kita di dunia maupun di akhirat kelak.













BAB II
PEMBAHASAN
SANAD DAN MATAN HADITS

A. Pengertian Sanad
Sanad secara bahasa berarti al-mu’tamad ( المعتمد), yaitu “ yang diperpegangi (yang kuat/ yang bisa dijadikan pegangan”. Atau, dapat juga diartikan : ماارتفع من الأرض yaitu “ sesuatu yang terangkat (tinggi) dari tanah “. Sedangkan secara terminologi , sanad berarti :
هو طريق المن . أي سلسلة الرواة الذين نقلوا المن من مصدره الأول.
“Sanad adalah jalannya matan, ayitu silsilah para perawi yang memindahkan (meriwayatkan) matan dari sumbernya yang pertama”.
Jalan matan tersebut dinamakan dengan sanad adalah karena musnid berpegang kepadanya katika menyadarkan matan ke sumbernya. Demikian juga, para Huffazh menjadikannya sebagai pegangan (pedoman) dalam menilai sesuatu Hadis. Ada beberapa istilah yang erat hubungannya dengan sanad, yaitu isnad, musnad, dan musnid.
a. Isnad
Isnad secara etimologi berarti menyadarkan sesuatu kepada yang lain. Sedangkan menurut istilah, isnad berarti :
رفع الحديث إلى قائله . أي بيان طريق المن برواية الحديث مسند .
“Mengangkat Hadis kepada yang mengatakannya (sumbernya), yaitu menjelaskan jalan matan dengan meriwayatkan Hadis secara musnad”.
Disamping itu, isnad dapat juga diartikan dengan : حكاية طريقة طريق المن , ‘menceritakan jalannya matan’.
b. Musnad
Musnad adalah bentuk isim maf’ul dari kata kerja asnada, yang berarti sesuatu yang disandarkan kepada yang lain.
Secara terminologi, musnad mengandung pengertian, yaitu :
1) الحديث الذي اتصل سنده من راويه إلى منتهاه
‘Hadis yang bersambung sanad-nya dari perawinya (dalam contoh sanad di atas adalah Bukhari) sampai kepada akhir sanadnya 9yang biasanya adalah Sahabat, dan dalam contoh diatas adalah Anas r.a’.
c. Musnid
Kata musnid adalah isim fa’il dari asnada-yusnidu, yang berarti “orang yang menyadarkan sesuatu kepada yang lainnya”. Sedangkan pengertiannya dalam istilah Ilmu Hadis adalah :
هو من يروي الحديث بسنده سواء أكان عنده علم به أم ليس له إلا مجرد الرواية .
“Musnid adalah setiap perawi hadis yang meriwayatkan Hadis dengan menyebutkan sanadnya, apakah ia mempunyai pengetahuan tentang sanad tersebut, atau tidak mempunyai pengetahuan tentang sanad tersebut, tetapi hanya sekadar meriwayatkan saja”.

B. Peranan Sanad dalam Pendokumentasian Hadis dan Penentuan Kualitas Hadis
Adapun dua peranan penting yang dimiliki Sanad dalam kaitannya dengan Hadis, yaitu :
1. Peranan Sanad dalam Pendokumentasian Hadis
Kegaiatan pendokumentasian Hadis, terutama pengumpulan dan penyimpanan Hadis-hadis Nabi SAW, baik melalui hafalan maupun melalui tulisan yang dilakukan oleh para Sahabat, Tabi’in, Tabi’i al-Tabi’in, dan mereka yang datang sesudahnya, yang rangkaian mereka itu tersebut dengan sanad, sampai kepada generasi yang membukukan Hadis-hadis tersebut.

2. Peranan Sanad dalam Penentuan Kualitas hadis
Status dan kualitas suatu Hadis, apakah dapat diterima atau ditolak, tergantung kepada Sanad dan Matan Hadis tersebut. Apabila sanad suatu Hadis telah memenuhi syarat-syarat dan kriteria tertentu, demikian juga matan-nya, maka Hadis tersebut dapat diterima sebagai dalil untuk melakukan sesuatu atau menetapkan hukum atas sesuatu ; akan tetapi, apabila syarat-syaratnya tidak terpenuhi, maka Hadis tersebut ditolak dan tidak dapat dijadikan hujjah.
C. Matan Hadis
Matan secara bahasa berarti :
ما صلب وارتفح من الأرض
“Sesuatu yang keras dan tinggi (terangkat) dari bumi (tanah) “.

Secara terminologi , matan berarti :
ما ينهي إليه السند من الكلام
“Sesuatu yang berakhir padanya (terletak sesudah) sanad, yaitu berupa perkataa”n.
Atau, dapat juga diartikan sebagai :
هوا ألفاظ الحديث التي تقوم بها معانيه
“ yaitu lafaz hadis yang memuat berbagai pengertian.

D. Sebab-sebab terjadinya Perbedaan Kandungan Matan
Yang dimaksud dengan “kandungan matan” disini adalah teks yang terdapat di dalam matan suatu Hadis mengenai suatu peristiwa, atau pernyataan, yang disandarkan kepada Rasul SAW. atau, tegasnya, kandungan matan adalah redaksi dari matan suatu hadis.
Penyebab utama terjadinya perbedaan kandungan matan suatu hadis adalah :
1. Periwayatan Hadis Secara Makna
Sering dijumpai di dalam kitab-kitab Hadis perbedaan redaksi dari matan suatu Hadis mengenai satu masalah yang sma. Hal ini tidak lain adalah karena terjadinya periwayatan Hadis yang dilakukan secara maknanya saja (riwayat bi al-ma’na), bukan berdasarkan oleh Rasulullah. Jadi, periwayatan Hadis yang dilakukan secara makna, adalah penyebab terjadinya perbedaan kandungan atau redaksi matan dari suatu hadis.
2. Beberapa Ketentuan dalam Periwayatan Hadis Secara Makna
Para Ulama berbeda pendapat mengenai apakah selain Shahabat boleh meriwayatkan Hadis secara makna, atau tidak boleh. Abu Bakar ibn al-‘Arabi (w. 573 H/ 1148 M ) berpendapat bahwa selain shahabat nabi SAW tidak diperkenankan meriwayatkan Hadis secara makna. Alasan yang dikemukakan oleh Ibn al’Arabi adalah : Pertama, Shahabat memiliki pengetahuan bahasa Arab yang tinggi, dan kedua, Shahabat menyaksikan langsung keadaan dan perbuatan Nabi SAW.
Akan tetapi, kebanyakan ulama hadis membolehkan periwayatan Hadis secara makna meskipun dilakukan oleh selain Sahabat, namun dengan beberapa ketentuan. Dia antara ketentuan-ketentuan yang disepakati para Ulama Hadis adalah :
a. Yang boleh meriwayatkan Hadis secara makna hanyalah mereka yang benar-benar memiliki pengetahuan bahasa Arab yang mendalam.
b. Periwayatan dengan makna dilakukan bila sangat terpaksa, misalnya karena lupa susunan secara harfiah.
c. Yang di riwayatkan dengan makna bukanlah sabda Nabi dalam bentuk bacaan yang sifatnya ta’abbudi, seperti bacaan zikir, do’a, azan, takbir, dan shahabat, dan juga bukan sabda Nabi yang dalam bentuk jawami” al-kalim.
d. Periwayat yang meriwayatkan Hadis secara makna, atau yang mengalami keraguan akan susunan matan Hadis yang diriwayatkannya, agar menambahkan kata-kata أوكما قال , atau أونحو هذا , atau yang semakna dengannya, setelah menyatakan matan Hadis yang bersangkutan.
e. Kebolehan periwayatan Hadis secara makna hanya terbatas pada masa sebelum dibukukan (kodifikasi)-nya, maka periwayatan Hadis harus secara lafaz.

Dengan adanya ketentuan-ketentuan tersebut di atas, maka para perawi tidaklah bebas dalam meriwayatkan Hadis secara makna. Namun demikian, kebolehan melakukan periwayatan secara makna tersebut telah memberi peluang untuk terjadinya keragaman susunan redaksi matan Hadis, yang sekaligus akan membawa kepada terjadinya perbedaan kandungan matan, yang dalam hal ini yang dimaksudkan adalah redaksi Hadis itu sendiri.
3. Meringkas dan Menyederhanakan Matan Hadis
Selain perbedaan susunan kata-kata dan perbedaan dalam memilih kata-kata untuk redaksi suatu hadis, permasalahan yang juga diperselisihkan oleh para Ulama dan berpengaruh terhadap redaksi matan suatu Hadis adalah mengenai tindakan meringkas atau menyedarhanakan redaksi dari suatu Hadis. Sebagian ulama ada yang mutlak tidak membolehkan tindakan tersebut. Hal ini sejalan dengan pandangan mereka yang menolak periwayatan Hadis secara makna. Sebagian lagi ada yang membolehkan secara mutlak. Namun, kebanyakan Ulama Hadis dan merupakan pendapat yang terkuat adalah membolehkannya dengan persyaratan. Syarat-syarat tersebut, sebagaimana yang dirangkum oleh Syuhudi, adalah sebagai berikut :
1) Melakukan peringkasan itu bukanlah periwayat Hadis yang bersangkitan ;
2) Apabila peringkasan dilakukan oleh periwayat Hadis, maka harus telah ada Hadis yang dikemukakannya secara sempurna
3) Tidak terpenggal kalimat yang mengandung kata pengecualian (al-istisna), syarat, penghinggaan (al-ahaulah) , dan yang semacamnya.
4) Peringkasan itu tidak merusak petunjuk dan penjelasan yang terkandung dalam Hadis yang bersangkutan.
5) Yang melakukan peringkasan haruslah orang yang benar-benar telah mengetahui kandungan Hadis yang bersangkuta.




BAB III
KESIMPULAN
Dalam mempelajari Hadits Nabi SAW, seseorang harus mengetahui dua unsur penting yang menentukan keberadaan dan kualitas Hadits tersebut, yaitu al-sanad dan al-matan. Kedua unsur Hadis tersebut begitu penting artinya dan antara yang satu dan yang lainnya saling berhubungan erat, sehingga apabila salah satunya tidak ada maka akan berpengaruh, dan bahkan dapat merusak, eksistensi dan kualitas dari suatu Hadits. Suatu berita yang tidak memiliki sanad, menurut ulama Hadis, tidak dapat disebut sebagai Hadits; dan kalaupun disebut juga dengan Hadis maka ia dinyatakan sebagai Hadits palsu (Mawdhu). Demikian juga halnya dengan matan, sebagai menentukan keberadaan sanad, karena tidak akan dapat suatu sanad atau rangkaian para perawi disebut sebagai Hadits apabila tidak ada matan atau materi Haditsnya, yang terdiri atas perkataan, perbuatan, atau ketetapan (taqrir)Rasul SAW.
Di dalam penilaian kualitas suatu Hadits, unsur sanad dan matan adalah sangat menentukan. Oleh karenanya, yang menjadi objek kajian dalam penelitian Hadits adalah kedua unsur tersebut, yaitu sanad dan matan.











DAFTAR PUSTAKA

Al-Khatib, M.Ajaj.1999. Hadits Nabi Sebelum Dibukukan. Jakarta: PT Gema Insani Pers.
M.Hasbi Ash-Shiddiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Jakarta: Bulan Bintang, 1989
Insansejati.com/ilmu-hadits/54-asbabul-wurud.html
Nasrah. 2005 Perkembangan Hadits pada Masa Nabi Muhammad saw. Dan Kedudukan Sahabat serta Adalahnya. Universitas Sumatera Barat
Blog.er.or.id/ulama-al-jarh waatta,dil,sosok penjaga dan pembela agama allah.htm

Penyakit parkinson

Penyakit Parkinson

Penyakit Parkinson merupakan gangguan neurodegeneratif kedua terbanyak, setelah penyakit Alzheimer. Dikarakterisasi secara klinis oleh parkinsonisme (resting tremor, bradikinesia, rigiditas, dan ketakstabilan postural) dan secara patologis dengan kehilangan neuron pada substantia nigra, dan dimana saja yang berhubungan dengan adanya deposit protein ubiquinated pada sitoplasma neuron (Lewy bodies) dan inklusi pada proteinaseus seperti benang dalam neurit (Lewy neurites). Kejadian penyakit Parkinson sekitar 0,5-1% pada orang usia 65-69 tahun, meningkat 1-3% pada orang usia 80 tahun atau lebih. Diagnosa secara klinis, meskipun gangguan lain dengan gejala menyolok dan tanda parkinsonisme, seperti postencephalitis, drug-induced, dan parkinsonisme arteriosklerotik, dapat rancu dengan penyakit Parkinson sampai diagnosa dipastikan dengan otopsi. Komponen genetik pada penyakit Parkinson telah lama dibicarakan, karena kebanyakan pasien memiliki penyakit sporadis dan penelitian awal pada orang kembar memperlihatkan persamaan rata-rata rendah dari concordance pada kembar monozigot dan dizigot.
Pandangan bahwa genetik terlibat pada beberapa bentuk penyakit Parkinson telah diperkuat, bagaimanapun, dengan penelitian bahwa kembar monozigot dengan onset penyakit sebelum usia 50 tahun memiliki pembawa genetik yang sangat tinggi, lebih tinggi dari kembar dizigot dengan penyakit early-onset. Lebih jauh, tanpa memperhatikan usia onset, hal yang nyata terlihat antara kembar monozigot dapat ditingkatkan secara signifikan jika uptake dopaminergik striatial abnormal pada kembar tanpa gejala dari pasangan yang tidak harmonis, sebagai pernyataan oleh tomografi emisi positron dengan fluorodopa F18, digunakan sebagai tanda penyakit Parkinson presimtomatik. Peningkatan risiko penyakit Parkinson juga dapat dilihat pada hubungan tingkat-pertama pasien, biasanya ketika hasil tomografi emisi positron hubungan asimtomatik diambil untuk dihitung, memenuhi bukti lebih lanjut dari adanya komponen genetik terhadap penyakit. Bagaimanapun, keuntungan nyata muncul ketika sejumlah kecil keluarga dengan early-onset, Lewy body penyakit Parkinson didomiasi oleh faktor autosomal positif teridentifikasi. Penelitian pada keluarga ini, dari Mediterania dan Jerman, mengarahkan identifikasi dari 2 mutasi missense (Ala53Thr dan Ala30-synuclein, -synuclein terbukti jarang pada pasien penyakit Parkinson, mereka telah memenuhi petunjuk pertama bahwa protein ini dapat terlibat dalam rantai molekuler kejadian yang menyebabkan penyakit. -synuclein telah ditingkatkan oleh penemuan bahwa Lewy-bodies dan Lewy neurit -synuclein -synuclein cenderung untuk menjadi oligomer in vitro; protein dengan mutasi missense Ala53Thr dan Ala30Pro tampaknya lebih cenderung seperti ini.
Meskipun penelitian pada keluarga dengan penyakit Parkinson early-onset -synuclein abnormal dapat menyebabkan penyakit, hal ini masih -synuclein, yang terlihat pada Lewy-bodies dan Lewy neurit, berperan penting sebagai penyebab pada bentuk umum penyakit Parkinson atau hanya merupakan penanda untuk proses patogenetik yang terjadi. Positif Lewy-bodies -synuclein tidak hanya ditemukan pada berbagai subnuklei pada substantia nigra, locus ceruleus, dan brain-stem lain dan thalamic nuclei pada pasien penyakit Parkinson, tetapi juga pada distribusi yang lebih menyebar, termasuk korteks pada beberapa pasien penyakit Parkinson seperti pada pasien demensia jenis diffuse Lewy-bodies -synuclein teragregasi pada glia juga merupakan gambaran atropi berbagai sistem, menyebabkan penciptaan terhadap terminologi nosologic -synuclein teragregasi.

Peranan teknologi dalam kehidupan

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, Taufik dan Inayah kepada semua hambaNya. Salawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw beserta keluarga, sahabat dan kerabat beliau hingga akhir zaman.
Alhamdulillah karena berkat Rahmat Allah-lah saya dapat menyelesaikan penulisan makalah ini sebagai tugas terstrutur mata kuliah Ilmu Alamiah Dasar. Selama penyusunan makalah ini, saya selaku penulis makalah ini telah banyak mendapatkan bantuan dari Bapak Anas selaku dosen pembimbing mata kuliah ini.
Penulis menyadari adanya kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya saya hanya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan bagi kita semua, khususnya di bidang Ilmu Alamiah Dasar.







Peranan Teknologi Dalam Kehidupan

Pengertian Teknologi

Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai teknologi, alangkah baiknya jika kita mengetahui pengertian dari teknologi itu sendiri. Teknologi adalah pengembangan dan aplikasi dari alat, mesin, material dan proses yang menolong manusia menyelesaikan masalahnya. Pengertian lain teknologi adalah karya manusia yang diciptakan untuk mendukung kehidupan manusia dan meningkatkan kesejahteraan manusia.

Teknologi tidak dapat hanya dipahami sebagai benda-benda konkret saja, seperti mesin, alat, perkakas dan lain sebagainya. Seperti terlihat dari awal katanya, teknologi adalah sebuah ilmu, yaitu ilmu untuk membuat suatu alat, perkakas, mesin atau bentuk-bentuk konkret lainnya (sebagai penerapan kaidah dan prinsip- prinsip ilmu pengetahuan) untuk memudahkan aktivitas atau pekerjaan manusia. Dengan demikian, teknologi itu, mempunyai empat komponen utama (1) pengetahuan, yaitu seperangkat gagasan bagaimana mengerjakan sesuatu, (2) tujuan, untuk apa “sesuatu” tersebut digunakan, (3) Aktivitasnya harus terpola dan terorganisasi, dan, (4) lingkungan pendukung agar aktivitas itu dapat berjalan efektif.

Pada bentuknya yang paling sederhana, khususnya pada masyarakat berburu dan meramu dan masyarakat tradisional, pembentukan teknologi lebih didorong oleh tuntutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Manusia butuh makanan mereka membuat dan mengembangkan tombak dan panah sebagai alat berburu.

Pada masa sekarang, prinsip teknologi sebagai alat (kepanjangan tangan) manusia masih terus berlanjut. Prinsip ini dapat dijumpai pada tang, obeng dan sepeda, meskipun nuansanya lebih canggih dari pada masa sebelumnya. Secara prinsip, bentuk maupun kegunaan, teknologi modern berkembang sangat pesat. Hal itu dikarenakan teknologi tersebut merupakan penerapan praktis prinsip-prinsip ilmu pengetahuan modern. Sebagai contoh, bola lampu pijar dan telepon adalah penerapan praktis teori listrik Faraday dalam kehidupan sehari-hari.

Dari segi penggunaannya, teknologi ada yang bersifat individual dan ada pula teknologi yang bersifat kolektif. Tipe teknologi pertama dapat kita jumpai pada obeng, tang dan sepeda. Prinsip mana tipe teknologi ini adalah sebagai alat atau kepanjangan tangan manusia. Tangan kita, jelas sulit untuk mencabut paku atau menancapkan mur. Karena itu dibuatlah obeng dan tang untuk memudahkan pekerjaan. Demikian pula sepeda adalah alat untuk mempercepat perjalanan kita.

Sedangkan teknologi yang bersifat kolektif adalah teknologi yang dalam penggunaannya harus dilakukan secara bersama-sama. Televisi, baru bisa kita nikmati setelah dikelola secara kolektif. Ada acara yang disajikan. Harus ada stasiun televisi yang menyiarkan acara tersebut Penyusunan acara dan penyiaran acara televisi tersebut oleh stasiun televisi sudah tentu melibatkan banyak orang. Teknologi yang bersifat kolektif ini juga dapat dijumpai pada pabrik-pabrik yang menghasilkan satu barang. Dalam proses pembuatan mobil misalnya, secanggih apa pun sebuah teknologi yang dipergunakan harus melibatkan banyak orang. Ada sebagian orang yang memasang bagian tertentu dan sebagian lainnya mengecat; sementara yang lain melakukan finishing. Dengan kata lain, dalam proses teknologi yang bersifat kolektif tersebut terkaiterat dengan soal manajemen atau suatu sistem produksi.

Proses Lahirnya Teknologi

Teknologi yang paling awal ditemukan berbentuk perkakas dari batu(tombak, pisau). Dalam perkembangan selanjutnya ditemukan teknologi besi (pisau logam). Sampai akhirnya ditemukan pula teknologi mesin yang mengolah tenaga dari alam (air dan angin) untuk menggerakkan dirinya. Semakin tinggi teknologi mesin, semakin sedikit pula intervensi manusia. Mesin modern harus dikendalikan oleh sekelompok manusia yang terorganisir dan terlatih. Berbeda dengan teknologi batu di mana teknologi diperlukan sebagai `pembantu”. dan teknologi besi di mana teknologi diperlukan sebagai `kawan”, maka pada, tahap teknologi mesin, teknologi harus ditundukkan agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Pada masyarakat modern. kesadaran antroposentrisme, menjadi faktor pendorong temuan berbagai teknologi, terutama teknologi material.

Teknologi pada Masyarakat Modern

Pada masyarakat modern teknologi telah mendapatkan wujud dan maknanya yang nyaris berbeda seratus persen dari teknologi masyarakat tradisional. Sekurang-kurangnya terdapat 6 ciri utama teknologi modern.

1. Teknologi modern adalah teknologi yang telah melepaskan dirinya dari pasokan energi alam (seperti air dan angin). Teknologi modern adalah teknologi yang mampu menghasilkan sumber tenaganya sendiri Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut!

2. Dari aspek motif, teknologi modern lahir dan terdorong oleh hasrat untuk menguasai alam. Penemuan-penemuan teknologi modern selalu dimaknai kemenangan manusia atas alam. Ketika alat transportasi modern berhasil ditemukan dan dikembangkan (seperti kereta api, kapal taut, mobil dan pesawat terbang) sebagai salah satu contoh manusia modern merasa seolah-olah telah berhasil memperpendek jarak. Persepsi tentang jarak pun berubah. Dengan transportasi modern, jarak relatif tidak menjadi hambatan bagi manusia modern

3. Teknologi modern juga dicirikan oleh orientasinya yang serba komersial. Aspek mi merupakan ciri yang membedakan teknologi modern dengan teknologi tradisional. Pada masyarakat berburu dan meramu, dan masyarakat tradisional yang paling awal penemuan dan pengembangan teknologi didominasi oleh orientasi subsisten – orientasi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Orientasi komersial teknologi modern ini dapat dijumpai pada bidang (1) teknologi menjadi sangat bernilai tinggi setelah ia dapat mempercepat dan memperbanyak hasil proses produksi, karena itu (2) teknologi menjadi komoditi yang laku diperjualbelikan. Dengan kata lain, percepatan penemuan dan pengembangan teknologi modern untuk sebagian didorong oleh tuntutan pasar.

4. Akibat perkembangan yang pesat ini, teknologi modern dicirikan oleh sistem hak individual yang dilegalisasikan oleh paten. Sistem kepemilikan pada teknologi modern ialah kompensasi biaya yang harus dikeluarkan dalam proses menemukan dan mengembangkan teknologi modern. Hal ini dikarenakan tidak setiap masyarakat mampu menemukan dan mengembangkan teknologi modern. Dibutuhkan pendidikan dan keterampilan yang tinggi untuk dapat menemukan dan mengembangkan teknologi modern. Dengan adanya hak milik teknologi tersebut pihak lain tidak boleh meniru suatu teknologi baru. Meniru dan mengembangkan teknologi tersebut tanpa seizin pemilik hak patennya adalah suatu kejahatan

5. Teknologi modern memiliki nilai jual yang tinggi. Itulahsebabnya banyak yang tidak segan-segan menginvestasikan modal untuk melakukan penelitian dasar agar berhasil menciptakan dan mengembangkan sebuah teknologi baru sambil berharap bahwa bila berhasil menemukan dan mengembangkan teknologi tersebut ia akan memperoleh keuntungan yang besar. Akibat pergeseran orientasi penemuan dan pengembangan teknologi modern ini, pengembangan ilmu pengetahuan (yang merupakan bahan dasar penemuan dan pengembangan teknologi baru) juga berorientasi lebih praktis. Orientasi ilmu pengetahuan tidak lagi hanya untuk kesenangan semata. Sebagaimana ditunjukkan oleh legenda Aristoteles yang mengusir muridnya hanya karena muridnya itu menanyakan manfaat praktis matematika.

6. Teknologi modern menjadi salah satu faktor pendorongekspansi perusahaan-perusahaan multinasional yang telah melampaui kedaulatan negara. Berbagai penemuan dan pengembangan teknologi modern yang terkait dengan proses produksi memungkinkan berbagai perusahaan multinasional membuka pabrik di negara-negara Asia Tenggara setelah ia menerapkan sistem ban berjalan pada manajemenproduksinya.

TEKNOLOGI DAN DAMPAK YANG DITIMBULKANNYA

Singkat kata teknologi juga memiliki dua sifat yang berbeda, yaitu positif dan negatif. Kedua dampak tersebut pasti berjalan beriringan seiring dengan teknologi yang dihasilkan manusia. Karena akhir – akhir ini banyak yang lebih mementingkan individualisme daripada sosial kemasyarakat, maka teknologi yang dihasilkanpun cenderung kepada sifat yang negatif. Banyak kerugian yang ditimbulkan daripada keuntungannya. Sebagai contoh penerapan teknologi nuklir yang diselewengkan menjadi senjata pemusnah masal dan pengerukan sumber daya alam secara berlebihan yang berdampak pada hilangnya keseimbangan ekosistem di bumi. Kedua contoh tersebut merupakan dampak negatif yang muncul akibat sifat egois, ambisius dan tidak pernah puasnya manusia dalam kehidupannya.

Detik – detik ini dikenal dengan masa runtuhnya berbagai wacana besar. Modernisme sebagai wujud krisis kemanusiaan akibat ancaman nuklir, AIDS atau kerusakan sistem sosial yang terus berkembang kepada keakcauan sistem. yang telah membuktikan keberhasilannya menjadi penguasa jaman, saat ini terus mengalami goncangan hebat semenjak kritik pedas dari berbagai kalangan akibat efek samping yang mengerikan sehingga terjadinya kerusakan lingkungan.

Hal di atas perlu kita waspadai, oleh sebab itu diperlukan pengawalan terhadap perkembangan teknologi yang berbasis pada nilai-nilai. Juga perlu perlu ditumbuhkan kesadaran akan nilai-nilai luhur yang relevan sebagai koridor pemandu sikap terhadap perkembangan teknologi.

Namun cara berfikir yang memandang bahwa masa sebelumnya, abad pertengahan, sebagai massa yang lebih baik juga tidak bisa dibenarkan. Secara bijak, lebih baik kita memandang fase – fase peradaban manusia ini sebagai sebuah pelajaran, khususnya untuk membangun peradaban baru pengganti modernisme.

Bila kita mencoba memandang awal kelahiran modernisme, kita akan melihat sebuah proses revolusi peradaban yang berawal dari revolusi pemahaman manusia tentang tentang cara pandang terhadap realitas melalui fisika di tangan Descartes. Disaat itu Descartes membangun sebuah wacana besar tentang metode pemahaman realitas yang bertumpu pada konsep Democritus yang membagi realitas ke dalam atom – atom penyusun realitas dan kemudian dicari sistemnya terhadap keseluruhan. Di tangan Descartes dan para pengikutnya inilah kemudian Fisika yang menjadi Geometris menjelma sebagai bentuk ideologi besar modernisme, bahkan kemudian setelah meruntuhkan dominasi gereja bisa menjadi ‘satu-satunya’ tafsir kebenaran terhadap segala macam realitas. Alam di dalam tafsir ala Descartes merupakan sebuah alam yang ‘lansung jadi’ dan tidak memiliki perubahan. Sistemnya tetap, begitu juga elemen pembentuk alam.

Setelah konsepsi Descartes mempengaruhi segala macam kehidupan, termasuk tatanan sosial di tengan Bacon dan Comte, kemudian alam fikiran modern mengenal seorang Lamarck dan Darwin dengan teori evolusinya di bidang Biologi . Walaupun keduanya sejatinya berbeda dalam memaknai proses evolusi, namun konsep evolusi ini merupakan sebuah revisi terhadap konsep ala Descartes yang menganggap alam sebagai sebuah sistem yang tetap. Ternyata ide Darwin ini kemudian mendapat dukungan dari generasai berikutnya, yang kemudian abad modern mengenal Karl Marx yang dikenal sebagai seorang Darwinian Sosial yang menganggap bahwa preses pergantian sosialpun memerlukan seleksi alam, bahkan dihalalkan adanya konflik untuk keluar sebagai pemenang dalam proses seleksi alam.

Setelah dunia mengenal Newton, kemudian Fisika mengalami proses penyempurnaan lagi. Realitas yang terdiri atas sistem dan elemen pembentuk sistem (Descates), dan realitas yang sejatinya mengalami sebuah evolusi terus menerus (Darwin) di terangkan oleh Newton dalam Mekanika. Wacana besar pembentuk modernisme di tangan Newton bisa dibilang sempurna. Dan wacana besar Descartes, Darwin dan Newton ini yang kemudian menjadi fondasi modernisme. Apalagi ketiga konsep besar itu menemukan bentuk fungsionalnya dalam teknologi ditangan para teknolog, sebuah revolusi industri telah dialami oleh ummat manusia semenjak akhir abad ke -17.

Belajar dari kebijaksanaan Klasik Cina yang sering disitir Fritjof Capra, keadaan Krisis yang dialamai dunia saat ini tidak perlu selalu dimaknai sebagai sebuah keadaan negatif. Di dalam kebijaksanaan klasik Cina, konsep ‘krisis’ menggunakan kata weiji yang terdiri dari huruf-huruf yang berarti “ bahaya” dan “kesempatan” . Artinya, krisis dalam proses transisi ini selain mengandung bahaya juga mengandung kesempatan yang bisa membuat kondisi ummat manusia menjadi lebih baik.

Melihat proses kelahiran modernisme di atas, bisa dikatakan peran Sains ( atau lebih tepatnya Natural Science) dalam menentukan arah peradaban cukup besar. Dimana para Saintis yang memiliki kompetensi filosofis tersebut ternyata terbukti bisa menggiring sejarah ummat manusia. Begitu juga peran Teknologi, dimana ketika Sains memiliki peran besar dalam proses pembentukan wacana besar yang menjadi fondasi ‘kebenaran’, Teknologi sebagai bentuk aplikasi Sains memiliki peran besar dalam realitas sosial. Pendek kata, Sains bisa bermain di ‘langit’ dan teknologi bisa bermain di ‘bumi’.

Islam dasar pendidikan

ISLAM DAN DASAR PENDIDIKAN[1]

Oleh Muhammad AR

Islam adalah wahyu abadi dari Allah yang disampaikan kepada manusia melalui serangkaian para Nabi sejak Nabi Adam a.s, hingga kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai Nabi terakhir yang menyempurnakan seluruh ajaran Islam dengan mendapat jaminan dan dukungan Allah pencipta alam ini. (Al-Najjar, 1988). Setiap nabi membawa dan menyebarkan agama Allah yaitu membawa missi agama tauhid yang mengesakan Allah dan kemudian disempurnakan oleh nabi akhir zaman---Muhammad SAW dan ini mendapat pengakuan Allah melalui al-Qur’an.Islam merupakan sebuah agama yang didasarkan seluruhnya pada wahyu Allah dan Sunnah Rasul-Nya Muhammad SAW.

Tidak ada keraguan terhadap risalah Islam ini, karena telah mendapat legitimasi Allah dan Rasul. Barang siapa yang benar-benar berpegang teguh padanya secara totalitas maka dia akan mendapat kejayaan dunia dan akhirat. Apabila Islam digunakan sebagai pandangan hidup (way of life) dalam setiap disiplin ilmu dan sisi kehidupan dan tidak terkecuali dalam hal ehwal pendidikan, manusia akan memperoleh petunjuk dan sudah pasti tergiring ke jalan yang lurus dan benar. Pendidikan yang dimaksud disini adalah yang bersumber pada Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW, berazaskan tauhid, adanya integritas antara iman, ilmu dan amal serta memisahkan antara konsep ilmu agama dan ilmu yang bersifat duniawi, pendidikan agama dan pendidikan umum.

Islam adalah al-Deen yang diwahyukan Allah SWT melalui rasul-Nya untuk manusia di alam ini. Asas utama Islam terbentuk dari tiga aspek yaitu akidah, ibadah dan akhlak. Ketiga aspek ini sangat berperan dalam kehidupan seorang muslim dalam melaksanakan konsep al-Deen ini. Apabila akidah sebagai keimanan hanya dijalankan kepada Allah SWT, disempurnakan melalui syari’ah dengan pelaksanaan ibadah secara umum dan khusus. Dengan menggabungkan kedua-duanya maka lahirlah akhlak Islam (Makhsin, 2003).

Kata Islam adalah bahasa Arab bermakna penyerahan diri secara damai, penerimaan yang menyenangkan dan memperhambakan diri dengan tulus terhadap segenap perintah Allah. Dengan demikian, agama Islam merupakan penyerahan diri yang menyenangkan terhadap kehendak Allah, taat kepada perintah-Nya, menjauhi segala larangan-Nya, berpegang teguh ajaran-Nya, mengikuti petunjuk dan bimbingan-Nya berdasarkan Islam yang kita miliki.

Islam tidak didasarkan atas penyimpangan dan iman tidak akan terwujud tanpa perbuatan nyata (Al-Najjar, 1988).Islam artinya “pasrah” atau “patuh” kepada Allah. Orang Islam bermakna muslim yang patuh kepada seluruh perintah Allah, sementara orang yang menolak atau tidak mematuhi Allah, maka dia dinamakan kufur (ingkar), lihat Dr. Muhammad Imaduddin Abdul Rahim (2002). Orang Islam identik dengan orang yang patuh dan ta’at kepada perintah Allah dan Rasul SAW dan sesuai dengan makna Islam itu sendiri, namun jika seorang muslim gagal menjalankan kepatuhannya kepada segenap perintah Allah dan Rasul maka predikat “patuh, ta’at, dan pasrah kepada perintah Allah dan Rasul perlu ditinjau kembali sebab dia/mereka telah melakukan yang melanggar ajaran Islam.

Pendidikan merupakan suatu proses transmisi secara formal dan informal yaitu ilmu pengetahuan dan keahlian yang terjadi antara satu generasi ke generasi berikutnya (Dawi, 2002). Sedangkan (Langgulung, 1991) memberikan definisi tentang pendidikan berdasarkan tinjauan kemasyarakatan dan individu.

Dari segi kemasyarakatan pendidikan bermakna warisan kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda agar hidup masyarakat tetap berkelanjutan dengan kata lain masyarakat memiliki nilai-nilai budaya atau adat-istiadat yang ingin diwariskan kepada generasi berikutnya agar tetap dilestarikan. Dari segi individu pendidikan dapat dimaknakan sebagai pengembangan potensi-potensi pada diri manusia yang terpendam dan tersembunyi, individu itu laksana lautan yang dalam yang penuh dengan mutiara dan bermacam-macam ikan dan kehidupan air lainnya, tetapi tidak kelihatan.

Pendidikan Islam pada intinya adalah wahana pembentukan manusia yang berbudi luhur. Dalam ajaran Islam masalah akhlak tidak dapat dipisahkan dari iman, keimanan merupakan hati, akhlak adalah pantulan iman yang berupa prilaku, ucapan dan sikap. Dengan lain perkataan dapat dikatakan bahwa akhlak adalah amal shaleh, iman adalah maknawi (abstrak) sedangkan akhlak adalah bukti keimanan dalam bentuk perbuatan yang dilakukan dengan kesadaran karenan Allah semata (Ainurrofiq Dawam, 2003)

Pendidikan Islam merupakan sebuah sistem yang berusaha mengembangkan dan mendidik segala aspek pribadi manusia dengan segala kemampuannya. Termasuklah kedalamnya pengembangan segala segi kehidupan manusia/masyarakat misalnya sosial budaya, ekonomi dan politik; serta bersedia menyelesaikan problema masyarakat masa kini dalam menghadapi tuntutan-tuntutan masa depan dan memilihara sejarah dan kebudayaannya (Omar al-Syaibani, 1991).

Pendidikan Islam perlu memikirkan baik secara jangka panjang maupun jangka pendek, masa aman maupun masa darurat. Sebagai contoh bagaimana menangani permasalahan pendidikan anak-anak dan orang dewasa pasca gempa bumi dan tsunami di Aceh di kamp-kamp pengungsian dan di rumah-rumah penduduk yang bertebaran di mana-mana.

Pendidikan Islam lebih banyak dihadapkan kepada akhlak dan sopan santun serta penghayatan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari (Mohd Kamal Hasan, 2003). Pendidikan Islam sangat dibutuhkan untuk mengantisipasi keruntuhan moral, penangkalan aqidah, budaya korup dan sejenisnya. Karena itu pendidikan Islam secara sempurna menggunakan kurikulum yang sesuai dengan al-Quran dan sunnah Rasulullah SAW. Lihatlah contoh bagaimana Allah mendidik Rasul dan para ambiya-Nya, bagaimana Nabi Muhammad SAW mendidik para sahabat-Nya dan umat Islam secara umum sewaktu baginda berkuasa. Jadilah contoh teladan yang harus diikuti dalam pelaksanaan pendidikan Islam. Dalam rangka mendapat kejayaan dalam pelaksanaan pendidikan Islam perlu adanya keterlibatan keluarga/orang tua dan masyarakat sebagai penanggung jawab secara formal maupun informal.

Islam memiliki cara tersendiri bagaimana mendidik dan mengajarkan anak-anak dan generasi muda dan juga mempunyai bahan pelajran yang sesuai dengan peringkat umur dan peredaran masa dan ini bisa dipelajari dan kembali kepada pendidikan Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Baginda telah berhasil mendidik para sahabat dan anak-anak orang Islam, serta para muallaf yang baru memeluk agama Islam.

Model pendidikan Islam ala Rasulullah SAW perlu dijadikan modal dan uswatun hasanah dalam mendidik generasi muda dalam setiap zaman.Muhammad SAW sebagai pemerintah, orang tua, pendidik dan sekaligus sebagai wakil Allah di bumi ini yang telah terbukti keberhasilannya dalam mendidik dan menggembleng para sahabatnya dan ummat Islam secara umum ketika beliau masih hidup. Ini sebagai pertanda bahwa untuk berhasilnya pendidikan haruslah adanya komitmen sejumlah orang dan institusi yang saling bahu membahu memantau dan memberi perhatian terlaksananya proses belajar dan mengajar. Kepedulian semua pihak menunjukkan adanya perasaan bersama dalam membangun bangsa dan negara di masa yang akan datang.

Dukungan dan Tanggungjawab Keluarga

Ini adalah tanggungjawab yang menyeluruh yang diletakkan oleh Islam di leher setiap muslim, yang tak ada seorangpun bebas darinya. Sehingga kedua orang tua bertanggungjawab untuk mendidik anak-anaknya dengan pendidikan Islam yang cermat (Ash-Shafti, 2003). Keluarga atau orang tua merupakan garda terdepan dalam menentukan kemana arah pendidikan anak-anak. Peranan orang tua sangatlah menentukan dalam mendidik, membimbing, dan memberi semangat belajar kepada anak-anak. Kita harus tahu bahwa seorang anak selalu siap untuk menyerap segala bentuk pendidikan dan pengajaran. Jika bapak, ibu atau walinya berkehendak, maka mereka dapat merubah seorang anak menjadi manusia teladan (Sultani, 2004).

Anak adalah amanah dari Allah yang dititipkan kepada orang tua supaya mereka dididik dengan baik, diberi nama dengan baik, diberi pendidikan dengan secukupnya, diajarkan dasar-dasar pendidikan Islam dan halal-haram, baik dan buruk serta akhlak yang mulia. Dalam Al-quran Allah berfirman yang artinya “Hai orang-orang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah munusia dan batu.......” (Q. S ; at-Tahrim: 6)

Di samping memenuhi dukungan materil dan spirituil kepada anak-anak untuk belajar, orang tua atau pihak keluarga perlu mengirim anak-anak mereka untuk mencari ilmunya agar dapat mengenal Allah dengan asma-Nya, sifat-Nya, mengetahui perkara-perkara yang dibenci-Nya dan mengetahui jalan untuk mencapai kecintaan-Nya serta menjauhi apa yang dimurkai-Nya. Apabila seseorang merasa mencapai ilmu itu, maka ia akan lebih takut kepada Allah sesuai dengan firman-Nya, “Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya adalah para ulama”.

Perlu disadari bahwa keluarga merupakan unit pertama bagi masyarakat pada tahap institusi. Ini merupakan jembatan yang dilalui untuk generasi muda/anak-anak di masa yang akan datang. Keluarga merupakan sistem yang paling khusus dan sangat tersendiri untuk pendidikan awal. Keluarga merupakan lingkungan yang mula-mula sekali dihayati oleh seorang bayi setelah lahir. Dalam keluargalah ia berinteraksi dan mengambil dasar-dasar bahasa, nilai-nilai, standar prilaku, kebiasaan, kecendrungan jiwa dan sosial dan pembentukan nilai-nilai kepribadian. Keluarga juga merupakan sebuah institusi awal yang memenuhi kerja sama antara lelaki dengan perempuan serta sebagai pusat pembentukan kpribadian seorang anak (Al-Syaibani, 1991)

Tanggung jawab kesatuan dan kebersamaan keluarga terletak pada setiap individu di dalam keluarga. Dalam keluargalah mulai dibina rasa sayang terhadap yang kecil dan menghormati yang besar dan juga menghormati kedua orang tua (Hasan Manshur,2002). Dan ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW dalam salah satu haditsnya yang bermakna : “Bukan termasuk golongan kami, seorang yang tidak menghormati yang besar dan tidak menyayangi yang kecil”.Hadits ini menggambarkan betapa pentingnya menebarkan rasa kasih sayang dan saling menghormati antara yang besar dengan yang kecil dan pembinaan ini dimulai dari rumah atas bimbingan seorang ayah dan ibu/keluarga.

Islam sangat konsen terhadap kasih sayang dan penghormatan karena perkara ini akan mengundang keharmonisan baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Ini merupakan dambaan semua manusia yang normal yang perlu dikasihi dan disayangi serta begitu pula sebaliknya tidak suka dibenci dan dimusuhi.

Keluargalah yang membuka mata seorang anak dan dari sinilah dimulainya pengenalan tentang baik dan buruk serta halal dan haram yang selalu kita dengar dari mulut ayah dan ibu. Peranan mereka sangatlah besar baik dalam mendidik maupun dalam memberikan pendidikan awal bagi setiap anak, oleh karena itu ilmu dan kewibawaan ayah dan ibu benar-benar diperlukan untuk menentukan masa depan anak dan kelangsungan hidup mereka dalam bermasyarakat.

IIIDukungan dan Tanggungjawab Masyarakat

Masyarakat Islam dan pendidikan merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan di antara keduanya (Muhammad AR, 2003). Banyak perintah melalui hadits Rasulullah SAW yang menyuruh kita untuk belajar atau menuntut ilmu. Tugas ini pertama lebih dipundakkan kepada individu dan peran orang tua dalam keluarga, kemudian masyarakatpun tidak boleh lepas tangan dan menghindari tanggungjawab mereka dalam memantau pendidikan generasi muda.

Terjadinya dekadensi moral generasi muda dalam masyarakat bukan tidak mungkin karena kurang pedulinya masyarakat. Masyarakat yang di dalamnya ada pemerintah yang terdiri dari pejabat sipil dan militer perlu menjaga dan memelihara merebaknya penyakit masyarakat apabila mereka sungguh merespon dan membuka mata terhadap gejala sosial yang ada dalam masyarakat. Dalam hal ini pendidikan anak-anak dan generasi muda diperlukan banyak kependulian masyarakat apalagi masyarakat Aceh yang menjadi korban gempa bumi dan tsunami setelah tanggal 26 Desember 2005.

Pendidikan begitu penting bagi individu dan masyarakat. Kepentingan pendidikan tidak hanya terbatas kepada suatu umat/kaum, masyarakat tertentu atau khusus untuk suatu zaman/masa saja, tetapi meliputi seluruh umat dan segala zaman dan termasuklah umat Islam pada zaman sekarang ini. Oleh karena itu wajib bagi masyarakat Islam, pemimpin dan para ulama serta intelektual memberikan perhatian penuh terhadap kelangsungan pendidikan anak bangsa (Langgulung, 1991).

IV Tugas Pengajaran Pendidikan Islam

Pasca gempa bumi dan tsunami banyak gedung sekolah hancur, banyak murid dan guru meninggal dunia. Kebanyakan orang serta anak-anak tinggal di kamp-kamp dan barak-barak pengungsian, aktivitas belajar mengajarpun sangat bervariasi tempatnya, begitu pula pendidikan agama yang belum terorganisir dengan rapi/permanen.

Banyak bantuan datang dari berbagai pihak tanpa mengira bangsa atau agama mereka, namun tidak tertutup kemungkinan ada pihak-pihak tertentu memanfaatkan situasi ini dengan dalih memberi bantuan disertai dengan misi tertentu yang harus dilaksanakan menurut pesan sponsor. Bagaimana sikap masyarakat, orang tua, dan unsur-unsur lainnya menangani pendidikan Islam dalam situasi kritis ini? Ini sebuah tugas mulia dan kepada setiap muslim dipundakkan kewajiban tersebut, mahu tidak mahu, harus dilaksanakan walau dalam situasi apapun.

Dalam pendidikan Islam, seorang guru bertanggung jawab mendidik murid, mendewasakannya, menjadikannya jujur dan berbudi pekerti luhur, membuat mareka terampil demi mempersiapkan masa depan mareka .......( Muhammad AR, 2003) Menurut perfektif Islam guru adalah sebuah profesi yang ditugaskan untuk membentuk manusia yang kamil sehingga anak didik mampu memahami dan menghayati apa tugas mareka terhadap diri sendiri, masyarakat, alam sekeliling dan terhadap Allah SWT sebagai Khalik.

Guru sama dengan pemimpin negara dalam mendidik masyarakat karena merupakan ibadah. Dalam pendidikan Islam, kita di suruh mencari ilmu agar kita dapat memahami yang hak atau yang benar dan membedakan yang baik dan buruk, yang bermanfaat dan merusak. Begitulah tingginya kedudukan manusia yang berilmu dan pengajar ilmu kepada orang lain (guru) menurut pandangan Islam (Sufean Hussin, 1996)

Dalam rangka menjalankan tugas pengajaran dan penyebaran pendidikan Islam maka tugas guru adalah sangat berat demi mendidik anak bangsa. Menurut Atan Long (1988) seorang guru perlu kiranya introspeksi apakah dia, paling tidak, memiliki tiga sifat penting yaitu

(1) Kepribadian, (2) Latar belakang Pengetahuan, (3) Metode atau cara penyampaian.Dalam masyarakat Islam, seorang guru yang bergelut dalam dunia pendidikan Islam perlu memiliki persediaan awal untuk dapat memastikan apakah kejayaan di capai dalam mengajar. Akhlak guru, ilmu yang dimiliki guru, sikap guru, kesabaran, keikhlasan, metodologi penyampaian.

Pengajaran kepada murid merupakan hal-hal yang perlu dimiliki untuk mentransfer ilmu pengetahuan.Keberhasilan dan keberkesanan pendidikan Islam ada kaitannya dengan kesadaran para guru terhadap tanggung jawab, kesempurnaan ilmunya dan keluhuran budi pekertinya. Ini merupakan kriteria pribadi pendidik yang perlu dimiliki dalam menyampaikan pendidikan. Dalam Islam, ilmuwan, para intelektual, gur, ulama tidak dibenarkan membisu di tengah umat yang sedang sakarat. Sebagai pewaris nabi, mereka sebagai tempat terhimpunnya khazanah ilmu Allah dari sudut fakta dan tafsiran.

Guru sebagai cermin dalam kehidupan dan panutan bagi murid dan masyarakat (lihat Ahmad bin Mohd Salleh, 1995).Dalam proses belajar mengajar sudah pasti melibatkan dua pihak yaitu pengajar dan yang diajar atau antara guru dan murid, antara pelatih dan yang dilatih. Target pelatihan atau pengajaran memang pasti ada dan metode penyampaian pun sangat berbeda-beda dalam mencapai target tersebut. Dalam hal ini guru/pelatih/instruktur perlu menggunakan media pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Arief S. Sadiman dkk (2003) mengatakan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima atau dari tutor kepada peserta sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat murid/peserta/partisipan sehingga terjadilah proses belajar mengajar dengan lancar.

Hasan Manshur (2002) menambahkan bahwa seorang guru yang bertugas menyampaikan pendidikan Islam kepada siswa harus memiliki beberapa kriteria: 1) guru harus ikhlas karena Allah, 2) guru hjarus menjadi tauladan bagi murid/siswa, 3) gurus harus membalas penghormatan murid dan menanamkan rasa kasih sayang dengan mereka, 4) guru harus berlaku adil dalam setiap aktivitasnya di sekolah, 5) gurus harus menguasai ilmu yang diajarkan dan harus banyak membaca sebagai rujukan, 6) guru harus menyampaikan pengalaman hidupnya dan keberhasilannya kepada murid, dan 7) guru harus menanamkan semangat untuk berijtihad dan mengandalkan diri sendiri dalam berpendapat kepada para muridnya, khususnya para pelajar remaja.

Bibliographi

Abdul Rahim, Muhammad ‘Imaduddin. (2003). Islam Sistem Nilai Terpadu. Jakarta; Gema Insani Press. Ahmad bin Mohd Salleh. (1995). Pendidikan Islam (Dinamika Guru). Shah Alam, Malaysia: Fajar Bakti SDN. BHD. Ainurrofiq Dawam dalam Muhammad AR. (2003). Pendidikan di Alaf Baru: Rekonstruksi atas Moralitas Pendidikan. Jogyakarta: Prismasophie. Al-Najjar, Zaghlul R. (1988). Source and Purpose of Knowledge. The International Institute of Islamic Thought. Islamization of Knowledge Series No. 5 Al- Syaibani, Omar dalam Muhammad AR. (2003). Pendidikan di Alaf Baru: Rekonstruksi atas Moralitas Pendidikan. Jogyakarta: Prismasophie. Al-Syaibani, Omar. (1991). Falsafah Pendidikan Islam. Shah alam, Malaysia: Hizbi. Arief S. Sadiman, R. Rahardjo, Anung Haryono dan Rahardjito. (2003) cetakan ketujuh. Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Ash-Dshafti, Ali Muhammad Khalil. (2003). Iltizam Membangun Komitmen Seorang Muslim. Jakarta: Gema Insani Press. Azizah Othman dalam Mardzelah Makhsin. (2003). Pendidikan Islam 1: Buku Rujukan bagi Konsep-Konsep Asas Pengajian Islam seperti Fekah, Akhlak dan Sirah. Pahang , Malaysia: PTS Publications & Distributors SDN. BHD. Dawi, Amir Hasan. (2002). Penteorian Sosiologi dan Pendidikan. Edisi kedua. Tanjong Malim, Malaysia: Quantum Books. Hasan Manshur, Syaikh Hasan. (2002). Metode Islam Dalam Mendidik Remaja. Jakarta: Penerbit Buku Islami Mustaqim. Hussin, Sufean. (1996). Pendidikan di Malaysia: Sejarah, Sistem dan Falsafah. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Langgulung, Hasan. (1991). Asas-Asas Pendidikan Islam. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Long, Atan. (1988). Psikologi Pendidikan. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Muhammad AR. (2003). Pendidikan di Alaf Baru: Rekonstruksi atas Moralitas Pendidikan. Jogyakarta: Prismasophie. Mohd Kamal Hasan dalam Muhammad AR. (2003). Pendidikan di Alaf Baru: Rekonstruksi atas Moralitas Pendidikan. Jogyakarta: Prismasophie. Makhsin, Mardzelah. Ed. (2003). Pendidikan Islam 1: Buku Rujukan bagi Konsep-Konsep Asas Pengajian Islam seperti Fekah, Akhlak dan Sirah. Pahang , Malaysia: PTS Publications & Distributors SDN. BHD. Sultani, Gulam Reza. (2004). Hati Yang Bersih Kunci Ketenangan Jiwa. Jakarta: Pustaka Zahra.

tafsir

TAFSIR, TA’WIL DAN TARJAMAH

A. Pengertian Tafsir, Ta’wil dan Tarjamah
Secara bahasa kata Tafsir ( تفســير ) berasal dari kata فَسَّرَ yang mengandung arti: menjelaskan, menyingkap dan menampak-kan atau menerangkan makna yang abstrak. Kata الفســر berarti menyingkapkan sesuatu yang tertutup [Al-Qaththan, 1992: 450 - 451].
Menurut istilah, Tafsir berarti Ilmu untuk mengetahui kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammas Saw. dan penjelasan maknanya serta pengambilan hukum dan makna-maknanya [Az-Zarkasyi, 1972: I, 13]. Definisi lain tentang pengertian Tafsir dikemukakan oleh As-Shabuni [1985: 66], bahwa Tafsir adalah Ilmu yang membahas tentang Al-Quranul-Kariem dari segi pengertiannya terhadap maksud Allah sesuai dengan kemampuan manusia.
Sedangkan pengertian Ta’wil, menurut sebagian ulama, sama dengan Tafsir. Namun ulama yang lain membedakannya, bahwa ta’wil adalah mengalihkan makna sebuah lafazh ayat ke makna lain yang lebih sesuai karena alasan yang dapat diterima oleh akal [As-Suyuthi, 1979: I, 173]. Sehubungan dengan itu, Asy-Syathibi [t.t.: 100] mengharuskan adanya dua syarat untuk melakukan penta’wilan, yaitu: (1) Makna yang dipilih sesuai dengan hakekat kebenaran yang diakui oleh para ahli dalam bidangnya [tidak bertentangan dengan syara’/akal sehat], (2) Makna yang dipilih sudah dikenal di kalangan masyarakat Arab klasik pada saat turunnya Alquran].
Dari pengertian kedua istilah ini dapat disimpulkan, bahwa Tafsir adalah penjelasan terhadap makna lahiriah dari ayat Alquran yang pengertiannya secara tegas menyatakan maksud yang dikehendaki oleh Allah; sedangkan ta’wil adalah pengertian yang tersirat yang diistimbathkan dari ayat Alquran berdasarkan alasan-alasan tertentu.
Sedangkan Tarjamah, secara bahasa berati memindahkan lafal dari suatu bahasa ke bahasa lain. Dalam hal ini, memindahkan lafal ayat-ayat Alquran yang berbahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia. Dalam pelaksanaannya, tarjamah terbagi kepada tiga bentuk:
1. Tarjamah Harfiah/Lafzhiah: yaitu memindahkan lafal dari suatu bahasa ke bahasa lain dengan cara memindahkan bahasa kata demi kata, serta tetap mengikuti susunan (uslub) bahasa yang diterjemahkan .
2. Tarjamah Ma’nawiah/Tafsiriah: Sebagian ulama ada yang membedakan antara tarjamah ma’nawiah dengan tarjamah tafsiriah, sedangkan sebagian lainnya menganggap keduanya adalah sama.

B. Macam-macam tafsir berdasarkan sumbernya
Berdasarkan sumber penafsirannya, tafsir terbagi kepada dua bagian: Tafsir Bil-Ma’tsur dan Tafsir Bir-Ra’yi. Namun sebagian ulama ada yang menyebutkannya tiga bagian.
1. Tafsir Bilma’tsur adalah tafsir yang menggunakan Alquran dan/atau As-Sunnah sebagai sumber penafsirannya.
2. Tafsir Bir-Ra’yi adalah Tafsir yang menggunakan rasio/akal sebagai sumber penafsirannya.
3. Tafsir Bil Isyarah, Penafsiran Alquran dengan firasat atau kemampuan inisiatif yang biasanya dimiliki oleh tokoh-tokoh shufi, sehingga tafsir jenis ini sering juga disebut sebagai tafsir shufi.
Contoh Kitab-kitab Tafsir Bil-Ma’tsur antara lain:
a. Tafsir Al-Qur’anu al-‘Azhim (القرآن العظيم), karangan Abu al-Fida’ Ismail bin Katsir al-Qarsyi al-Dimasyqy, terkenal dengan sebutan Ibnu Katsir (w. 774H.)
b. Tafsir Jami’ al-Bayan Fi Tafsir al-Qur’an(جامع البيان), karangan Abu Ja’far Muhammad bin Jarir al-Thabary, dikenal dengan sebutan Ibnu Jarir At-Thabary (225 H. – 310 H.)
c. Tafsir Ma’alim al-Tanzi, (معالم التنزيل), dikenal dengan sebutan al-Tafsir al-Manqul, karangan al-imam al-Hafizh al-Syahir Muhyi al-Sunnah Abu Muhammad bin Husein bin Mas’ud bin Muhammad bin al-Farra’ al-Baghawy al-Syafi’iy, dikenal dengan sebutan Imam al-Baghawy (w. 462 H.)
d. Tafsir Tanwir al-Miqyas Min Tafsir Ibn ‘Abbas(التنوير المقياس من تفسير ابن عباس), karangan Majd al-din Abu al-ThahirMuhammad bin Ya’qub bin Muhammad bin Ibrahim bin Umar al-Syairazi al-Fairuzabadi, dikenal dengan sebutan al-fairūzâbâdi (Lahir tahun 729 H.)
e. Tafsir al-Bahr (البحر), karangan al-‘Allamah Abu al-Layts al-Samarqandy

C. Macam-macam Tafsir berdasarkan corak penafsirannya
Corak penafsiran yang dimaksud dalam hal ini adalah bidang keilmuan yang mewarnai suatu kitab tafsir. Hal ini terjadi karena mufassir memiliki latar belakang keilmuan yang berbeda-beda, sehingga tafsir yang dihasilkannya pun memiliki corak sesuai dengan disiplin ilmu yang dikuasainya.
Berdasarkan corak penafsirannya, kitab-kitab tafsir terbagi kepada beberapa macam. Di antara sebagai berikut:
1. Tafsir Shufi/Isyari, corak penafsiran Ilmu Tashawwuf yang dari segi sumbernya termasuk tafsir Isyariy. Nama-nama kitab tafsir yang termasuk corak shufi ini antara lain:
a. Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, karya Sahl bin Abdillah al-Tustari. Dikenal dengan Tafsir al-Tustasry.
b. Haqaiq al-Tafsir, Abu Abdirrahman al-Silmy, terkenal dengan sebutan Tafsir al-Silmy.
c. Al-Kasf Wa al-Bayan, karya Ahmad bin Ibrahim al-Naisabury, terkenal dengan nama Tafsir al-Naisabury.
d. Tafsir Ibnu Araby, karya Muhyiddin Ibnu Araby, terkenal dengan nama Tafsir Ibnu ‘Araby.
e. Ruh al-Ma’ani, karya Syihabuddin Muhammad al-Alusy, terkenal dengan nama tafsir al-Alusiy. [Ash-Shabuni, 1985: 2001]

2. Tafsir Fiqhy, corak penafsiran yang lebih banyak menyoroti masalah-masalah fiqih. Dari segi sumber penafsirannya, tafsir bercorak fiqih ini termasuk tafsir bilma’tsur. Kitab-kitab tafsir yang termasuk corak ini antara lain:
a. Ahkam al-Qur’an, karya al-Jashshash, yaitu Abu Bakar Ahmad bin Ali al-Razi, dikenal dengan nama Tafsir al-Jashshash. Tafsir ini merupakan tafsir yang penting dalam fiqh madzhab Hanafi.
b. Ahkam al-Qur’an, karya Ibnu ‘Araby, yaitu Abu Bkar Muhammad bin Abdullah bin Ahmad al-Mu’afiri al-Andalusiy al-Isybily. Kitab tafsir ini menjadi rujukan penting dalam Ilmu fiqh bagi pengikut madzhab Maliki.
c. Al-Jami’ Li ahkam al-Qur’an, karya Imam al-Qurthuby, yaitu Abdu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar bin Farh al-Anshary al-Khazrajy al-Andalusy. Kitab ini dikenal dengan nama kitab Tafsir al-Qurthuby, yang pendapat-pendapatnya tentang fiqh cendrung pada pemikiran madzhab Maliki.
d. Al-Tafsirah al-Ahmadiyyah Fi Bayan al-Ayat al-Sayari’ah, karya Mula Geon
e. Tafsir Ayat al-Ahkam, karya Muhammad al-Sayis,
f. Tafsir Ayat al-Ahkam, karya Manna’ al-Qaththan
g. Tafsir Adhwa’ al-Bayan, karya Syeikh Muhammad al-Syinqitiy. [Manna’ al-Qaththan, 1992: 511 – 515]

3. Tafsir Falsafi, yaitu tafsir yang dalam penjelasannya menggunakan pendekatan filsafat, termasuk dalam hal ini adalah tafsir yang bercorak kajian Ilmu Kalam. Dari segi sumber penafsirannya tafsir bercorak falsafi ini termasuk tafsir bir-Ra’yi. Kitab-kitab tafsir yang termasuk dalam kategori ini adalah:
a. Mafatih al-Ghaib, karya Imam Fkhruddin al-Razi yang lebih dikenal dengan nama tafsir al-Razi. Tafsir ini bercorak kalam aliran Ahlus-Sunnah.
b. Tanzih al-Qur’an ‘An al-Matha’in, karya al-Qadhi Abdul Jabbar. Tafsir ini bercorak kalam aliran Mu’tazilah. Dilihat dari segi metode yang digunakannya, tafsir ini termasuk tafsir Ijmaliy. Sedangkan dari segi sumber penafsirannya ia lebih banyak menggunakan akal, karena itu termasuk Tafsir Bir-Ra’yi.
c. Al-Kasysyaf ‘An Haqaiq al-Tanzil Wa ‘Uyun al-Aqawil Fi Wujuh al-Ta’wil, karya al-Zamakhsyary. Kitab ini dikenal dengan nama Tafsir al-Kasysyaf. Corak penafsirannya adalah kalam aliran Mu’tazilah
d. Mir’at al-Anwar Wa Misykat al-Asrar, dikenal dengan Tafsir al-Misykat, karya Abdul Lathif al-Kazarani. Tafsir ini bercorak kalam aliran Syi’ah
e. At-Tibyan al-Jami’ Li Kulli ‘Ulum al-Qur’an, karya Abu Ja’far Muhammad bin al-Hasan bin ‘Ali al-Thusi. Tafsir ini bercorak kalam aliran Syi’ah Itsna ‘Asyariyah.
a) 4. Tafsir Ilmiy, yaitu tafsir yang lebih menekankan pembahasannya dengan pendekatan ilmu-ilmu pengetahuan umum. Dari segi sumber penafsirannya tafsir bercorak ‘Ilmiy ini juga termasuk tafsir bir-Ra’yi. Salah satu contoh kitab tafsir yang bercorak ‘ilmiy adalah kitab Tafsir al-Jawahir, karya Thanthawi Jauhari.
b) 5. Tafsir al-Adab al-Ijtima’i, yaitu tafsir yang menekankan pembahasannya pada masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Dari segi sumber penafsirannya tafsir bercorak al-Adab al-Ijtima’ ini termasuk tafsir bir-Ra’yi. Namun ada juga sebagian ulama yang mengkategorikannya sebagai tafsir Bil-Izdiwaj (tafsir campuran), karena prosentase atsar dan akal sebagai sumber penafsiran dilihatnya seimbang.
Salah satu contoh tafsir yang bercorak demikian ini adalah Tafsir Al-Manar, buah pikiran Syeikh Muhammad Abduh yang dibukukan oleh Muhammad Rasyid Ridha.

D. Macam-macam Tafsir berdasarkan metodenya
Para ulama ahli Ulum al-Qur’an telah membuat klasifikasi tafsir berdasarkan metode penafsirannya menjadi empat macam metode. Yaitu: (1) Metode Tahlily, (2) Metode Ijmaliy, (3) Metode Muqaran, dan (4) Metode Maudhu’i. Keempat metode ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Metode Tahlily (metode Analisis)
Yaitu metode penafsiran ayat-ayat Alquran secara analisis dengan memaparkan segala aspek yang terkandung dalam ayat yang ditafsirkannya sesuai dengan bidang keahlian mufassir tersebut. Uraiannya, antara lain menyangkut pengertian kosa kata (makna mufradat), keserasian redaksi dan keindahan bahasanya (fashahah dan balaghah), keterkaitan makna ayat yang sedang ditafsirkan dengan ayuat sebelum maupun sesudahnya (munasabah al-ayat) dan sebab-sebab turunnya ayat (asbab al-nuzul). Demikian pula penafsiran dengan metode ini melihat keterkaitan makna ayat yang ditafsirkannya dengan penjelasan yang pernah diberikan oleh Nabi, para sahabat, tabi’in dan ulama-ulama sebelumnya yang telah lebih dahulu memberikan penafsiran terhadap ayat-ayat tersebut. Karena itu, kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode ini pada umumnya memerlukan volume kitab yang sangat besar, berjilid-jilid sampai 30 jilid banyaknya.
Penafsiran dengan metode ini dilakukan secara berurutan dan berkesinambungan terhadap ayat demi ayat dan surat demi surat, sesuai dengan urutannya yang terdapat dalam mushhaf ‘Utsmani yang ada sekarang. Mulai dari awal surat al-Fatihah sampai dengan akhir surat an-Nas.

2. Metode Ijmaly (metode Global)
Yaitu penafsiran Alquran secara singkat dan global, tanpa uraian panjang lebar, tapi mencakup makna yang dikehendaki dalam ayat. Dalam hal ini mufassir hanya menjelaskan arti dan maksud ayat dengan uraian singkat yang dapat menjelaskan artinya sebatas makna yang terkait secara langsung, tanpa menyinggung hal-hal tidak terkait secara langsung dengan ayat. Tafsir dengan metode ini sangat praktis untuk mencari makna mufradat kalimat-kalimat yang gharib dalam Alquran. Di antara kitab-kitab tafsir yang termasuk menggunakan metode Ijmali ini antara lain:
a) Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, karya Muhammad Farid Wajdi,
b) Al-Tafsir al-Wasith, Produk Lembaga Pengkajian Universitas Al-Azhar, Kaero.
c) Tafsir al-Jalalain, karya Jalaluddin al-Suyuthi dan Jalaluddin al-Mahally,
d) Shafwah al-Bayan Li Ma’ani al-Qur’an, karya Syeikh Husanain Muhammad Makhlut,
e) Tafsir al-Qur’an, karya Ibnu Abbas yang dihimpun oleh Fayruz Abady,
f) At-Tafsir al-Muyassar, karya Syeikh Abdul Jalil Isa,
g) Taj al-Tafasir, karya Muhammad Utsman al-Mirghani [al-‘Aridh, 1992: 74; Baidan, 1998: 13].

3. Metode Muqaran (metode Komparasi/Perbandingan)
Tafsir dengan metode muqaran adalah menafsirkan Alquran dengan cara mengambil sejumlah ayat Alquran, kemudian mengemukakan pendapat para ulama tafsir dan membandingkan kecendrungan para ulama tersebut, kemudian mengambil kesimpulan dari hasil perbandingannya [al-‘Aridh, 1992: 75]. Namun menurut Baidan [1998: 65], Metode komparatif (muqaran) ialah:
a) Membandingkan teks (nash) ayat-ayat Alquran yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih; dan atau memiliki redaksi yang berbeda tentang satu kasus yang sama,
b) Membandingkan ayat Alquran dengan Hadits, yang sepintas terlihat bertentangan,
c) Membandingkan pendapat berbagai ulama tafsir dalam menafsirkan suatu ayat.

4. Metode Maudhu’i (metode Tematik)
Yaitu metode yang ditempuh oleh seorang mufassir untuk menjelaskan konsep Alquran tentang suatu masalah/tema tertentu dengan cara menghimpun seluruh ayat Alquran yang membicarakan tema tersebut. Kemudian masing-masing ayat tersebut dikaji secara komprehensif, mendalam dan tuntas dari berbagai aspek kajiannya. Baik dari segi asbabun nuzulnya, munasabahnya, makna kosa katanya, pendapat para mufassir tentang makna masing-masing ayat secara parsial, serta aspek-aspek lainnya yang dipandang penting. Ayat-ayat tersebut dipandang sebagai satu kesatuan yang integral membicarakan suatu tema (maudhu’) tertentu didukung oleh berbagai fakta dan data, dikaji secara ilmiah dan rasional.
Demikian luasnya sudut pandang yang digunakan dalam metode tafsir ini, maka sebagian ulama menyebutnya sebagai metode yang paling luas dan lengkap. Bahkan ketiga metode yang disebutkan sebelumnya, semuanya diterapkan secara intensif dalam metode ini.
Ciri utama metode ini adalah terfokusnya perhatian pada tema, baik tema yang ada dalam Alquran itu sendiri, maupun tema-tama yang muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu, metode ini dipandang sebagai metode yang paling tepat untuk mengatasi berbagai masalah dalam kehidupan umat manusia. Karena ia dapat memberikan jawaban dengan konsep Alquran terhadap berbagai persoalan yang dihadapi umat manusia.
Lebih dari itu, jawaban Alquran yang disajikan melalui metode tafsir maudhu’i ini dapat memperkecil kontroversi pemahaman tentang sesuatu masalah. Karena ayat-ayat yang ditafsirkannya dipahami secara integral, tidak parsial, sehingga pemahamannya tidak terkotak-kotak pada suatu ayat tertentu dan pendapat mufassir tertentu pula.
Kitab-kitab tafsir yang disusun dengan menggunakan metode maudhu’i, tidak didapati dalam bentuk kitab-kitab tafsir dengan metode yang lain. Karena ia sifatnya tematik, maka pemunculannya berupa buku-buku mengenai tema tertentu yang digali dari Alquran. Contohnya seperti:
a) Al-Insan Fi al-Quran, dan, Al-Mar’ah Fi al-Qur’an, karya Abbas Mahmud al-‘Aqqad,
b) Al-Riba Fi al-Qur’an, karya Abu al-A’la al-Maududi.

E. Aplikasi Metode Tematik ( موضوعى)
1. Menetapkan Masalah yang akan dibahas
2. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut
3. Menyusun urutan kronologis turunnya ayat-ayat diserta pengetahuan tentang sebab nuzulnya;
4. Memahami korelasi (munasabah) ayat-ayat tersebut dalam suratnya masing-masing;
5. Menyusun outline (kerangka pembahasan yang sistematis;
6. Melengkapi pembahasan dengan hadits-hadits yang relevan dengan masalah yang dikaji;
7. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan agar tidak terjadi kontradiksi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara:
a) menghimpun ayat-ayat yang mempunyai pengertian yang sama,
b) mengkompromikan antara ayat yang ‘aam (umum) dengan ayat yang khash (khusus), yang muthlaq dengan muqayyad atau ayat-ayat yang sepintas kelihatan bertentangan; sehingga semuanya terfokus pada satu kesatuan konsep, tanpa adanya perbedaan atau pemaksaan. [Al-Farmawi, dalam Qureish Shihab, 1992: 114 – 115]

Sabtu, 12 Juni 2010